Bagian IV : Sentuhan Malam Suster Gita

Setelah malam itu—setelah ciuman pertama yang mereka tahu seharusnya tidak terjadi—wajah Gita tidak pernah lagi sama.

Di hadapan kolega, dia tetap suster yang ramah dan terampil. Tapi di balik matanya yang tenang, ada badai yang bergulung-gulung: rasa bersalah, kerinduan, dan ketakutan.

Suatu malam, saat sedang mengganti perban Adit, ia tiba-tiba berhenti.

Tangannya gemetar.

“Aku takut kehilangan pekerjaanku, Dit,” bisiknya, tanpa menatap mata Adit. “Aku pernah hampir dipecat dulu… karena masalah pribadi sama dokter magang.”

Adit terdiam. Ia baru tahu tentang itu. Napasnya menahan.

Gita melanjutkan, pelan tapi bergetar, “Waktu itu, aku hanya dianggap terlalu dekat. Gak ada bukti, tapi tetap dianggap ‘tidak profesional’. Dan sekarang, dengan kamu… aku benar-benar melangkah terlalu jauh.”

Adit meraih tangannya.

“Aku gak mau jadi bebanmu.”

“Tapi kamu juga satu-satunya yang bikin aku ngerasa… hidup.”

Kalimat itu menghentikan dunia mereka sejenak. Tak ada suara alat medis, tak ada detik jam yang berdetak—hanya dua pasang mata yang saling menatap penuh gejolak.

Beberapa hari kemudian, kepala perawat memanggil Gita ke ruang administrasi.

“Aku dengar kamu sering duduk terlalu lama di kamar pasien atas nama ‘evaluasi lanjutan’. Kami ingin kamu jaga jarak, Suster Gita.”

Nada suaranya halus tapi jelas. Peringatan.

Hari itu, Gita tak datang ke ruang 207 seperti biasa. Tak ada suara langkah di koridor. Tak ada sentuhan hangat yang mengganti perban. Adit hanya ditemani suster pengganti—dingin, cepat, dan tanpa senyum.

Dan Adit tahu, sesuatu sedang terjadi.

Pukul 02.30 dini hari.

Pintu kamar terbuka pelan.

Gita masuk. Tanpa jas. Tanpa alat medis.

Hanya dirinya sendiri—lelah, emosional, dan gemetar.

“Aku gak bisa tidur,” katanya lirih. “Kepala ruangan minta aku jauhi kamu. Tapi… hatiku gak bisa ikut aturan mereka.”

Dia mendekat. Duduk di ranjang. Kali ini tak ada basa-basi.

Gita mencium Adit.

Lama.

Dalam.

Seolah dunia mereka akan runtuh esok pagi, tapi malam ini… mereka tetap memilih tenggelam.

Scroll to Top