Bagian II: Dalam Diam Aku Menginginkannya

Bab 2 – Tatapan di Cermin

Hari itu, Nadya harus ke luar kota. Tiga hari.

Aku di rumah sendiri. Maya seperti biasa, beres-beres pagi, menyiram tanaman, menyetrika, memasak.

Aku memerhatikannya dari belakang jendela.
Dia menyapu halaman belakang. Rambutnya dikuncir seadanya. Keringat membasahi tengkuknya.
Dan ketika ia mengangkat kepala, matanya menatap ke arahku — tanpa senyum, tanpa kata.
Hanya satu detik.
Tapi cukup untuk membuatku gelisah semalaman.

Sore harinya, aku masuk dapur.
Ia sedang mencuci gelas.
Air menetes di pergelangan tangannya. Tangannya mungil tapi kokoh.

“Sudah makan, Pak?” tanyanya, tetap tidak menatapku.
“Belum… kamu?”
“Belum juga.”

Lalu diam.
Hening yang panjang.
Tapi tidak kosong. Justru sebaliknya.
Hening yang penuh sinyal. Penuh tarik menarik.

“Maya…”
“Iya, Pak?”
“Pernah jatuh cinta?”
Dia mengangkat wajahnya pelan. Kali ini… matanya menatap langsung ke mataku.

“Saya gak tahu… tapi saya pernah suka sama orang yang gak seharusnya saya suka.”Dan entah kenapa, kalimat itu…
membuat darahku naik ke kepala.

Scroll to Top