Bagian 3: Antara Rasa dan Rahasia
Sejak malam di rumah Bu Santi itu, segalanya berubah.
Bukan hanya di pikiranku… tapi juga di caranya menatapku di kelas.
Dulu tatapannya tajam, tegas.
Kini… penuh makna.
Seolah setiap pertanyaan IPA yang ia lemparkan ke kelas, sebenarnya hanya untukku.
“Ronny, kamu tahu fungsi utama hormon oksitosin?”
“Hormon yang… muncul saat sentuhan hangat terjadi, Bu.”
“Bagus. Jawaban kamu sangat… akurat.”
Dan saat ia membalik badan menuju papan tulis, aku tahu—senyumnya menyimpan sesuatu.
Kami mulai punya “kode” sendiri.
- Sebaris tulisan di papan tulis yang hanya aku mengerti.
- Buku praktikum yang di dalamnya ada sticky note bertuliskan “Jangan lupa… Sabtu malam.”
Setiap malam aku menunggu.
- Dan panggilan telepon malam hari, hanya untuk bicara soal “suhu tubuh saat detak jantung meningkat.” Setiap Sabtu sore, aku akan mengirimkan pesan:
“Bisa belajar malam ini, Bu?”
Dan jawabannya selalu sama:
“Pakai kaus putih yang kemarin ya. Kamu lucu pakai itu.”
Hubungan kami jadi candu.
Kadang hanya pelukan panjang di sofa. Kadang ciuman yang terlalu dalam untuk bisa disebut “guruku”.
Tapi di balik semua itu, ada perasaan yang mulai tumbuh:
aku mulai mencintainya.
Dan yang membuatku takut…
Sepertinya… dia juga mulai merasakan hal yang sama.
Suatu malam, setelah kami bersama…
Bu Santi memelukku dari belakang saat aku hendak berpakaian.
“Ronny… kamu tahu ini tidak bisa lama, kan?”
Aku diam. Tak ingin menjawab. Karena aku tahu… kata-kata selanjutnya akan menyakitiku.
“Suatu saat… kamu lulus. Dan aku akan tetap di sini. Mengajar. Pura-pura tak pernah mengenalmu begini.”
Aku berbalik. Menatap matanya.
“Kalau aku gak mau lulus, gimana?”
Dia tertawa kecil, menepuk dadaku. Tapi air matanya jatuh diam-diam.
Masalah muncul…
Di sekolah, kepala sekolah mulai curiga.
Entah karena seseorang melihatku keluar dari rumahnya malam hari, atau karena… kita terlalu sering bertukar pandang saat pelajaran.
Dan hari itu, aku dipanggil ke ruang BK.
Ditanya soal “hubungan dengan salah satu guru.”
Aku menyangkal. Tapi aku tahu…
mereka sedang mencari celah.
Aku kirim pesan ke Bu Santi:
“Kita harus berhenti dulu. Mereka mencium sesuatu.”
Jawabannya datang malamnya:
“Oke. Tapi jangan lupakan aku. Karena aku… gak mungkin bisa lupakan kamu.”
Akhir Bab 3
Hubungan mereka mulai diam-diam menjauh. Tapi di antara jarak itu, hasrat dan rasa tak hilang. Justru makin membakar.Dan saat ujian nasional mendekat, sebuah surat datang untuk Ronny —
tulisan tangan Bu Santi… dengan satu permintaan terakhir.