Bagian V: Sentuhan Malam Suster Gita

Pagi itu datang terlalu cepat. Matahari yang biasanya hangat, terasa seperti lampu sorot yang menyudutkan. Dan untuk pertama kalinya sejak Adit dirawat, suster Gita tak datang mengantar sarapan pagi. Tak ada senyum tipis di ambang pintu. Tak ada sentuhan lembut di perban.

Hanya secarik kertas, diselipkan di bawah nampan makan. Tulisannya kecil, rapi, tapi mengguncang:

“Aku harus menjaga jarak. Tapi malam ini… aku ingin melihatmu satu kali lagi. — G”

Hari itu Adit merasa seperti pasien sungguhan. Tubuhnya sehat, tapi dadanya sesak. Dia tahu: Gita tidak akan bertahan lama di rumah sakit ini kalau mereka terus seperti ini. Hubungan mereka bukan cuma melanggar batas… tapi juga membuat hati mereka tidak aman.

Dan malam pun datang.

Perawat lain berpura-pura tidak tahu, tetapi semua sudah membaca atmosfir kamar 207: ini bukan sekadar tempat istirahat. Ini tempat seseorang belajar mencintai… dengan cara yang salah tapi nyata.

Pukul 02.45 dini hari.

Pintu kamar terbuka. Gita masuk.

Tapi kali ini bukan dalam seragam.

Dia mengenakan sweater hitam longgar, celana kain tipis, dan rambutnya tergerai alami. Dia bukan lagi suster. Dia… hanya seorang wanita yang datang ke pria yang diam-diam dia cintai.

“Aku berhenti,” katanya tanpa basa-basi.

Adit terkejut. “Apa… maksudnya?”

“Aku mundur. Dari rumah sakit. Dari ruangan ini. Dari seragam putih yang selalu jadi pelindungku. Karena aku gak bisa berdiri di antara dua dunia—menyentuh kamu, mencintai kamu, tapi berpura-pura aku netral.”

Dia duduk di tepi ranjang. Wajahnya lelah, tapi bebas. Matanya berlinang, tapi penuh kejujuran.

“Aku gak tahu besok kita masih bisa ketemu atau enggak, Dit. Tapi malam ini… aku gak mau ada jarak.”

Tanpa bicara lagi, Gita memeluk Adit. Bukan pelukan profesional. Bukan pelukan pasien dan perawat. Tapi pelukan dua orang dewasa yang tahu mereka sedang jatuh… terlalu dalam.

Dan malam itu, mereka tidak menahan diri lagi.

Tak ada lagi perban. Tak ada alat medis. Hanya tangan yang menggenggam tubuh, bibir yang saling mencari, dan suara napas yang tertahan di tengah malam.

Mereka menyatu.

Dalam keheningan yang hanya bisa dimengerti oleh dua hati yang terluka… dan terhubung.

Scroll to Top